Menemukan Kebahagiaan Dalam Fotografi (Bagian 1: Film)
Belakangan ini saya menemukan kembali kebahagiaan ketika melihat foto, dan membuat foto dengan kamera yang saya punya (kamera smartphone). Kegiatan menggambar dengan cahaya sebenarnya sudah lama saya senangi sejak punya kamera digital (point and shoot) Casio Exilim EX-Z850 ketika saya masih kuliah dulu (sekitar tahun 2006).
Saya masih ingat momen ketika membeli kamera ini, saat itu Papa saya ingin mengabadikan momen wisuda sarjana saya nanti, jadi beliau alokasikan dana untuk membeli kamera. Tapi di keluarga saya tidak ada yang mengerti soal fotografi digital. Kami pernah punya kamera film Fujfilm MDL 5 dan saya termasuk generasi yang beruntung pernah menggunakan kamera film analog ini.
Kontrol kamera ini sangat sederhana, hanya ada switch on-off, tuas flash, tombol shutter, dial penggulung film, dan penutup lensa. Pada saat itu saya juga tidak tahu menahu soal ukuran focal length, apperture, ASA film, dan aperture yang digunakan kamera ini. Ketika beli roll film, saya ingat penjaga tokonya bertanya: "mau motret apa dik?". Saya bilang saya mau foto kegiatan biasa, buat touring. Dan dia kasih roll sebuah roll film merk Kodak seharga Rp 18.000. Saya tanya, apa ada yang lebih murah dari ini? Dia sodorkan Fujifilm Superia ASA 100 seharga Rp 15.000 dan saya pulang dengan membawa 2 buah roll film itu.
Saya menghabiskan 3 hari 2 malam di Bali, dan saya pulang dengan 72 eksposure yang hanya bisa dicetak sekitar 40an. Hal ini dikarenakan saya yang masih awam dengan teknologi film saat itu membuka bagian belakang kamera ini dan menghanguskan beberapa eksposure karena film masih terpasang dan langsung terpapar cahaya. Saya melakukan itu karena rasa penasaran saya seperti apa bentuk negatif film yang telah dibuat.
Singkat cerita, sepulang dari Bali, saya bawa 2 buah roll film saya itu ke jasa cuci dan cetak foto di pagi hari, dan sudah bisa diambil cetakannya di sore harinya. Saya terkesan dengan foto-foto yang saya hasilkan. Saya mengambil gambar teman-teman dekat SMP saya, pemandangan alam di pantai Sanur, mengabadikan momen ketika teman-teman saya berada di dalam bus wisata, dan diatas kapal penyeberangan.
Kini saya hanya bisa mengandalkan ingatan saya untuk melihat kembali hasil fotografi saya dengan kamera ini. Saya sudah tidak tahu dimana album foto itu disimpan, karena saya sudah meninggalkan Surabaya sejak 2012 lalu. Tapi kalau Anda berkenan, Anda bisa melihat karya-karya fotografi terkini yang saya buat di galery Instagram saya.
Sejak di titik ini, saya jatuh cinta dengan fotografi. Saya bisa menghabiskan berjam-jam melihat gambar di majalah fotografi hanya sekedar menikmati foto-foto yang spektakuler di setiap halamannya. Tapi di sisi lain, sebagai generasi 90an, saya juga orang yang saat itu tidak mau ribet mempelajari elemen-elemen fotografi seperti pola visual / komposisi maupun segitiga eksposure. Yang saya rasakan saat itu adalah saya bisa terbius dan berimajinasi ketika melihat gambar-gambar di majalah fotografi yang saya temui di perpustakaan maupun di toko buku.
Saat ini saya menikmati karya fotografi, dan internet dengan kehadiran Instagram dan Flickr, membuat kita lebih mudah menikmati seni melukis dengan cahaya. Ikuti terus blog ini karena saya akan mengajak Anda melihat perkembangan saya menjadi seniman fotografi.
Komentar
Posting Komentar